***
Penelope itulah nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku. Aku dilahirkan di sebuah keluarga yang penuh dengan kehangatan dan juga boleh dikatakan berkecukupan. Kedua orang tuaku sangat menyayangiku. Aku memiliki seorang pengurus yang juga sangat menyayangiku. Betapa indahnya dunia ini dikelilingi dengan orang – orang yang begitu berarti.
Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.
Hingga peristiwa itu terjadi…
Peristiwa yang membuat hidupku berantakan. Peristiwa yang merengut nyawa kedua orang tuaku. Peristiwa yang mengakibatkan aku tidak dapat melihat betapa indahnya dunia ini untuk selama – lamanya. Menikmati betapa menawannya
Ketika sebuah mobil Nissan berwarna hitam menghantam trotoar jalan dan tertimpa tiang lampu yang roboh. Naasnya mobil Nissan berwarna hitam itu adalah mobil yang sedang kutumpangi beserta kedua orang tuaku dekat dengan
Aku menjadi gadis buta.
Tuhan masih menyayangiku dengan membiarkan Ms. Georgina, pengasuh yang sangat menyayangiku mendampingiku hingga aku menginjak usia remaja. Aku kehilangan segala – galanya baik harta maupun kedua orang tuaku. Hanya Ms. Gina yang kupunya saat ini. Aku diasuh dan dibesarkan dengan rasa sabar dan tabah yang luar biasa olehnya. Dia bekerja keras membanting tulang dengan menjadi seorang pelayan di kediaman seorang perlente asal
Ms Gina selalu memberiku semangat ketika aku kehilangan rasa percaya diriku. Dia pendorong dan juga obat penguat tubuhku ketika sedang lemah.
Terima Kasih Tuhan.
***
10 tahun kemudian…
Waktu demi waktu terus bergulir dengan cepat bagaikan bola salju yang menggelinding dari atas pegunungan salju. Perlahan namun pasti dia akan sampai pada kaki gunung. Kini usiaku sudah menginjak kepala 2. Hidupku dipenuhi kesedihan dan kegundahan selama 10 tahun terakhir ini. Walaupun demikian aku tidak pernah mengeluh maupun menyesali apa yang sudah terjadi. Tuhan masih begitu baik padaku dengan membiarkan Ms.Gina mengurus dan membesarkan aku yang buta ini.
Aku sedang memetik harpa peninggalan ibu seperti biasa, di tempat biasa yaitu di atas jembatan River Seine yang sangat indah dan ramai. Semilir angin bertiup begitu serasi dengan irama yang kupetik. Kudengar suara yang membuatku jantungku berhenti berdegup untuk sesaat.
"Permainan harpamu sangat indah." Puji suara itu.
"Merci." Balasku dengan senyum.
"Boleh kutahu namamu, madame?"
"Penelope."
"Monsieur?"
"
Perkenalan singkatku dengan
Kami juga mengunjungi Arc de Triumph, Notre Dame dan
Hingga dia akhirnya mengajakku ke tempat dimana aku kehilangan orang yang sangat kucintai, Papa dan Mama.
"
Aku hanya menggeleng pelan.
***
"Ini adalah
Aku mengangguk.
Di atas menara,
"Penelope." Dia memanggilku.
"Sebenarnya aku bukanlah seorang putera tukang masak yang dahulu pernah kukatakan padamu tetapi aku adalah putera Monsieur Dupont. Henri Dupont adalah ayahku."
"Henri Dupont pemilik Hotel Ritz?" Tanyaku tak percaya.
"Iya. Pierre Dupont adalah nama panjangku."
"Jadi Henri Dupont adalah ayah Pierre? Henri Dupont bangsawan yang termasuk dalam jejeran orang terkaya di Prancis?" Kataku dalam hati.
"TIDAK MUNGKIN!!"
Begitu mendengar kenyataan yang sungguh di luar dugaan, kepalaku menjadi berat aku memegang kepalaku dan aku jatuh ke lantai tak sadarkan diri.
Ketika aku tersadar, kudapati diriku terbaring di atas ranjang rumah sakit.
"Kau sudah sadar Penelope?"
Aku hanya diam.
"Maafkan aku karena telah membohongimu." Pintanya. Suara Pierre terdengar sendu.
"Maaf Pierre. Bolehkah kau tinggalkan aku sebentar?"
"Baiklah bila itu yang kauminta."
Aku pergi meninggalkan rumah sakit itu tanpa sepengetahuan
***
Sungguh sangat sial, di tengah jalan aku bertemu dengan sekelompok berandalan. Mereka hendak merengut kesucianku dengan paksa. Mereka akan menikmati ketidakberdayaanku. Aku menjerit sekuat tenaga, aku memberontak. Aku menyerukan nama Tuhan dalam hatiku. Dengan sangat piluh. "Tuhan.. Tolonglah aku." Keajaiban pun datang. "Hentikan itu!" Pekik suara yang sudah tidak asing di telingaku. Suara yang sangat hangat yang kukenal.
Aku gemetaran ketakutan.
"Merci Monsieur." Gumamku sambil berusaha tidak mengenali sosok lelaki yang telah menyelamatkanku dari malapetaka.
"Penelope, ini aku
"Sorry. Monsieur, saya tidak mengenal anda."
"Apa yang terjadi padamu? Mengapa kau jauhi aku? Maafkan atas semua kebohongan yang sudah kukatakan padamu. Aku berjanji Penelope, bahwa aku tidak akan pernah membohongimu lagi. Aku berjanji."
"Bukan masalah kau membohongiku
"Kalau begitu kenapa?"
"Sepuluh tahun yang lalu, kedua orang tuaku mengalami kecelakaan dekat Menara Eiffel. Dan penyebab kecelakaan itu adalah Monsieur Henri Dupont, ayahmu." Aku membeberkan kekelaman masa laluku.
Mendengar hal itu
***
2 tahun kemudian
"Penelope, ada
Kubuka
Dear Madame Penelope.
Datanglah ke Rumah sakit minggu depan karena kami sudah menemukan seseorang yang bersedia mendonorkan kedua biji matanya untuk Anda.
Hal yang selama ini kutunggu selama 2 tahun, akhirnya datang juga. Aku akan dapat melihat kembali. Menikmati keindahan
***
Operasi berlangsung selama 2 jam. Dan akhirnya. Satu kata : "BERHASIL"
Aku dapat melihat kembali.
Tak berapa lama, aku diizinkan pulang ke rumah. Akhirnya dapat menghirup udara segar setelah mendekam selama satu pekan lamanya di rumah sakit. Pandanganku tertuju pada sesuatu hal yang membuatku terkejut. Kulihat sesosok lelaki yang tidak asing sedang berusaha menuju suatu tempat di rumah sakit ini. Entah kemana dia ingin pergi. Nasibnya tidak jauh berbeda denganku dahulu. Dia buta. Namun kini berbeda. Segelintir rasa iba menghinggapi diriku.
"Bolehkah aku membantumu, Monsieur?" Aku menawarkan.
Lelaki itu mengangguk pelan.
"Hendak kemana?"
"Ke taman." Jawab lelaki itu.
Mendengar suara lelaki itu. Aku terperanjat. Suara yang sangat kukenal. "Apakah dia
"Siapa nama Monsieur?"
"Pierre Dupont."
Ternyata dia memang
***
Pierre Dupont, dia adalah pria yang mendonorkan kedua buah biji matanya untukku. Dia adalah hadiah termanis yang Tuhan anugerahkan padaku.
-Thanks God-
Merci = Terima kasih
Madame = Nona, Miss
Monsieur = Tuan, Mrs.
No comments:
Post a Comment